NON-STOP.ID | Jakarta- Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan penyimpangan dalam penerbitan SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 terkait kuota haji tambahan. Kali ini, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Nizar Ali, diperiksa intensif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (12/9/2025).
Nizar menjalani pemeriksaan selama kurang lebih dua jam. Fokus utama penyidik adalah menggali mekanisme penerbitan SK kuota haji tambahan, mulai dari usulan, pembahasan internal, hingga proses penandatanganan.
“Pertanyaannya tidak banyak, lebih pada bagaimana proses SK itu terbit. Ada pemrakarsa, masuk ke Setjen, lalu ke Biro Hukum, kemudian paraf dan ditandatangani,” jelas Nizar usai pemeriksaan.
Baca Juga: Kemenag Terseret Kasus Kuota Haji, KPK Dalami Skema Pembagian Jatah
Klaim Tidak Tahu Soal Pembagian Kuota
Ketika disinggung soal dugaan adanya pembagian jatah haji tambahan secara tidak sesuai aturan, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus Nizar menegaskan dirinya tidak terlibat.
“Itu bukan kewenangan saya. Pembagian kuota ada di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU),” tegasnya.
Kronologi Kuota Haji Tambahan
Pada 2024, Indonesia mendapat tambahan 20 ribu kuota haji setelah lobi ke Arab Saudi. Berdasarkan ketentuan resmi, seharusnya pembagian kuota adalah 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, muncul dugaan bahwa pembagian dilakukan tidak sesuai aturan, hingga menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp 1 triliun akibat praktik jual beli kuota.
KPK Naikkan Status Kasus
KPK telah meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan. Sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk pejabat Kementerian Agama. Selain itu, tiga orang telah dicegah ke luar negeri selama enam bulan ke depan, yakni:
- Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas
- Mantan Staf Khusus Menag Ishfah Abidal Aziz
- Pengusaha travel haji Fuad Hasan Masyhur
Langkah pencegahan ini dilakukan agar para saksi tetap berada di Indonesia selama proses hukum berjalan.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menyedot perhatian luas, mengingat haji merupakan ibadah suci umat Islam yang sangat dinantikan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota menjadi tuntutan utama masyarakat, agar praktik jual beli kuota yang merugikan jamaah dan negara tidak terulang kembali. (nsid/dy)













