non-stop.id – Mahasiswa Institut Teknologi Medan (ITM) menggelar demo dan menyegel pintu masuk kampus usai izin dicabut. Hal ini membuat aktivitas di dalam kampus tidak berjalan.
Pantauan wartawan di kampus ITM jalan Gedung Arca, Medan, Jumat (15/10/2021), terlihat dua gerbang di kampus ITM ini ditutup mahasiswa. Gerbang ditutup dengan memasang besi penghalang.
Tampak sebuah tenda didirikan mahasiswa di dalam kampus. Sejumlah mahasiswa terlihat berada di dekat tenda itu.
Mahasiswa membuat sebuah spanduk yang berisi pernyataan memboikot kegiatan Yayasan Dwiwarna yang menaungi kampus ITM. Spanduk itu dipasang di depan pintu masuk ITM.
“Yayasan Dwiwarna Diboikot Mahasiswa,” tulis isi spanduk.
Seorang mahasiswa yang ikut melakukan aksi boikot, Yogi Hanafi Nasution, mengatakan aksi ini dilakukan sejak Kamis (14/10). Yogi mengatakan aksi akan terus berlanjut hingga pihak yayasan menjumpai mereka.
“Dari semalam, kita tunggu sampai yayasan datang menjumpai kita baru berhenti,” kata Yogi.
Yogi merupakan mahasiswa Teknik Geologi ITM. Dia mengatakan sempat terjadi keributan soal penutupan akses masuk kampus yang mereka lakukan. Hal ini dikarenakan siswa hingga guru sekolah yang berada di dalam kampus tidak dapat beraktivitas.
“Di sini kan ada sekolah juga, di bawah Yayasan Dwiwarna. Tapi sempat terjadi cekcok dengan pihak guru, kami sampaikan agar guru itu menghubungi yayasan dan yayasan yang mendatangi kami kemari,” tutur Yogi.
Yogi mengatakan pihaknya masih menunggu kejelasan nasib mereka setelah izin ITM dicabut. Mereka mengaku belum mendapatkan kejelasan setelah izin ITM dicabut.
“Kalau mau pindah juga susah. LLDIKTI memang menyiapkan aplikasi untuk kami pindah, persoalan di situ diminta Kartu Rencana Studi (KRS) dan Kartu Hasil Studi (KHS). Kami sendiri sudah 2 tahun tidak kuliah, jadi bagaimana nasib kami di 2 tahun itu,” jelas Yogi.
Yogi juga mengaku heran konflik yayasan hanya berdampak ke pencabutan izin operasional kampus ITM. Menurutnya, ada juga sekolah yang di bawah yayasan namun tidak berdampak.
“Kita harap kan ini hanya ke kampus dampaknya. Di belakang itu ada sekolah di bawah yayasan, tapi nggak berdampak. Yang konflik kan pihak yayasan,” ujar Yogi.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut izin pendirian kampus Institut Teknologi Medan (ITM). Izin ini dicabut karena konflik dualisme yayasan yang tidak berkesudahan.
Pencabutan izin itu tertera dalam surat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 438/E/O/2021. Diktum kesatu keputusan ini menyatakan pencabutan izin pembukaan 10 program studi di kampus ITM yang berada di bawah Yayasan Pendidikan dan Sosial Dwiwarna.
Sedihnya Mahasiswa ITM Tidak Bisa Sidang Skripsi Karena Dualisme Yayasan
Akibat dicabutnya izin ITM, membuat dampak yang luas. Salah seorang mahasiswa bernama Agung, mengaku sedih karena tak bisa mengikuti sidang skripsi gara-gara dualisme yayasan yang berujung pencabutan izin oleh Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim.
Agung mengatakan dia seharusnya sudah menjalani sidang skripsi pada 2020. “Saya seharusnya sudah sidang tahun 2020, tapi karena ada masalah ini belum jadi,” kata Agung, Senin (11/10/2021) kemarin.
Agung menyampaikan cerita itu dalam diskusi yang digelar mahasiswa dan alumni ITM. Diskusi itu bertajuk ‘Upaya Hukum Sebagai Respon Terhadap Izin Operasi ITM’.
Agung mengatakan mahasiswa sudah mencoba berupaya mendamaikan konflik Yayasan Dwiwarna yang menaungi ITM. Namun, katanya, upaya itu gagal.
“Sebelum ITM ini ditutup, sudah banyak upaya yang dilakukan mahasiswa,” ucap Agung.
Agung berharap seluruh mahasiswa ITM dapat dipindahkan ke kampus swasta lain secara gratis. Dia mengaku keberatan jika harus membayar lagi untuk bisa pindah kampus.
“Sekarang mahasiswa meminta bagaimana bisa mahasiswa ini dipindahkan semua. Sekarang sudah muncul isu membayar untuk proses perpindahan itu,” tuturnya.
Sementara itu, praktisi hukum yang menjadi narasumber kegiatan, Julheri Sinaga, mengatakan SK pencabutan izin ITM bisa digagalkan dengan gugatan di PTUN. Namun, dia mempertanyakan apakah pihak yayasan ITM mau menggugat persoalan itu.
“Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Yang jadi masalah, yang berhak melakukan gugatan itu siapa. Karena yang dicabut itu adalah izin operasional, tentu yang berkepentingan adalah yayasan. Masalahnya yayasan apakah mau menggugat?” tutur Julheri.
Julheri mengatakan langkah lain yang bisa dilakukan adalah lewat perdamaian dua pihak yayasan. Mahasiswa, kata Julheri, bisa mendorong hal itu dengan meminta Kejaksaan melakukan audit keuangan pihak yayasan.
“Tawaran menurut saya yang paling pas, ini menurut saya, mohonkan kepada kejaksaan untuk melakukan audit pertanggungjawaban ITM. Begitu ditemukan penyimpangan, ditarik paksa. Kalau dari pengadilan saya pikir cukup panjang,” ujarnya. (red/bbs)