non-stop.id – Mahasiswi di Aceh harus menelan dua kali pil pahit. Pertama dia nyaris menjadi korban pemerkosaan dari orang tak dikenal (OTK). Kedua, laporannya ditolak lantaran dirinya belum divaksin Covid-19.
Berharap pelaku bisa segera ditangkap, mahasiswi tersebut kemudian meminta bantuan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh untuk pendampingan membuat laporan pengaduan.
Anggota LBH Banda Aceh Qodrat mengatakan, peristiwa ini terjadi saat dia dan kliennya dilarang masuk petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Banda Aceh lantaran belum memiliki sertifikat vaksin.
Karena merasa ditolak di Polresta, korban bersama LBH Banda Aceh langsung melaporkan kasus ini ke Polda Aceh. Namun Polda tidak menerbitkan surat tanda bukti lapor dengan alasan pelaku pemerkosaan belum diketahui.
“Saat itu di Polda, klien kami sempat diwawancara. Namun polisi menyimpulkan kejadian yang dialami korban lebih mengarah ke penganiayaan bukan pemerkosaan,” ujar Qodrat.
Dia menilai laporan kliennya ditolak karena polisi tidak menerbitkan surat tanda terima laporan.
“Secara legal formal laporan kami tidak diberikan surat tanda terima laporan. Padahal itu bukti adanya laporan dan suratnya itu tidak ada sehingga kami menyimpulkan bila laporan ini ditolak,” katanya.
Dia juga menunjukkan rekaman video saat berlangsungnya proses pelaporan yang dilakukan mahasiswi terduga korban percobaan pemerkosaan.
Peristiwa upaya pemerkosaan bermula saat korban berada di rumahnya, Minggu (17/10/2021). Saat itu seorang pria mengetuk pintu rumahnya.
Ketika pintu dibuka pelaku langsung membekap korban dan berupaya melakukan tindakan percobaan pemerkosaan.
Terpisah, Polresta Banda Aceh membantah telah menolak laporan masyarakat.
“Informasi ini perlu kami luruskan supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Polisi tidak pernah menolak laporan korban dugaan percobaan pemerkosaan yang ingin melapor,” kata Kabag Ops Polresta Banda Aceh AKP Iswahyudi, Rabu (20/10/2021).
Iswahyudi menambahkan, Polresta Banda Aceh sudah memasang aplikasi barcode vaksinasi Covid-19 di pintu masuk dan sejumlah ruangan lainnya seperti SPKT, SKCK, Satlantas, Satreskrim hingga ruang Kapolresta sendiri.
“Siapapun yang masuk ke Polresta, tak terkecuali anggota polisi wajib menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19, kecuali bersifat insidentil,” kata dia.
Dia melanjutkan, korban saat melapor tidak ditahan atau diminta pulang saat tidak bisa menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19. Korban dan pendampingnya langsung diarahkan masuk ke Sentral Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) karena menyebutkan ingin melaporkan kasus tindak pidana percobaan pemerkosaan.
“Petugas di pintu masuk masih memberi toleransi. Lalu, pada saat korban masuk melapor ke SPKT, petugas menanyakan kembali apa korban sudah divaksin atau belum. Korban, menjawab belum divaksin dan tidak bisa divaksin, karena memiliki penyakit tertentu,” katanya.
Karena korban mengaku tidak bisa divaksin, lanjut Iswahyudi, sehingga petugas menanyakan bukti medis. Namun, korban tidak dapat menunjukkannya dengan alasan surat tersebut tertinggal di kampung halaman.
“Minimal korban bisa menunjukkan bukti fotonya. Itupun tidak bisa ditunjukkannya. Sehingga, petugas mengarahkan agar korban untuk menunjukkan terlebih dahulu bukti tidak bisa vaksin. Kesimpulannya, tidak ada penolakan,” kata Iswahyudi.(ins/ras)